I. JUDUL
Fisiologi Pencernaan
II. TUJUAN
1. Mengamati kerja enzim amilase ludah
2. Mengamati pengaruh suhu terhadap kerja enzim amilase
III. LANDASAN TEORI
Pencernaan makanan yang terjadi didalam saluran pencernaan makanan dilakukan melalui dua cara, yaitu :
1. Pencernaan secara mekanik, pemecahan makanan yang dilakukan melalui pengunyahan makanan oleh gigi. Pengadukan serta penggerakan makanan dengan melalui kerja otot yang terdapat di dinding saluran pencernaan makanan.
2. Pencernaan secara kimiawi, pencernaan makanan yang dilakukan oleh enzim. Enzim ini dihasilkan oleh dinding saluran pencernaan dan oleh kelenjar-kelenjar yang letaknya di luar saluran pencernaan.
Enzim adalah protein spesifik yang berfungsi sebagai biokatalisator( mempercepat proses hidrolisis ), tidak ikut serta dalam proses reaksi dan diperoleh kembali pada akhir reaksi (sifat dan jumlah tidak berubah).
Kerja enzim sangat spesifik, artinya satu macam enzim akan bekerja memecahkan substrat tertentu. Enzim ini tidak dapat bekerja untuk substrat lain, seperti misalnya enzim lipase hanya dapat memecahkan lemak saja. Enzim pencernaan yang terdapat di dalam berbagai getah pencernaan terdiri dari 3 kelompok yaitu amilase, lipase, dan protease yang masing-masing untuk mencerna zat makanan yang berupa karbohidarat, lemak, dan protein.
Di dalam mulut, zat tepung (amilum) dicerna oleh amilase saliva. Enzim ini dihasilkan oleh kelenjar saliva dan mengubah zat tepung menjadi maltosa. Fungsi atau produk katalitik enzim ini adalah hidlrolisis ikatan 1 : 4 , menghasilkan dekstrin -limit, maltosa dan maltotriosa.
Sekitar 1500 ml air liur disekresi per hari.PH saliva saat saat kelenjar istirahat sedikit lebih rendah dari 7,0, tetapi saat sekresi aktif, PH nya mencapai 8,0.
IV. ALAT DAN BAHAN
· Alat
- Tabung reaksi 6 buah
- Erlenmeyer
- Gelas beker
- Penangas air
- Pipet ukur
- Pengaduk
- Termometer
- Penjepit kayu
- Cawan
- Gelas ukur
· Bahan
- Saliva yang telah disaring 5 ml
- Larutan amilum 30 ml
- Larutan benedict 6 ml
- Aquades
V. CARA KERJA
A. Campuran amylum + saliva yang tidak dipanaskan
1. Mengisi tabung reaksi 1-3 dengan 1 ml larutan benedict
2. Mengukur amylum dengan pipet ukur 15 ml, lalu memasukkan ke dalam erlenmeyer
3. Memasukkan saliva 2,5 ml yang telah disaring kedalam larutan amylum 15 ml dalam erlenmeyer
4. Dengan interval waktu 5 menit,campuran no.3 dibagi menjadi 3, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan benedict
5. Campuran no.4 dipanaskan hingga warna larutan sampai berubah menjadi kuning atau merah bata
6. Mencatat perubahan warna yang terjadi
7. Mengangkat dan mendinginkan dalam air kran
8. Mengamati perubahannya setelah didinginkan
B. Campuran amylum + saliva yang terlebih dahulu dipanaskan
1. Mengisi tabung reaksi 1-3 dengan 1 ml larutan benedict
2. Mengukur amylum dengan pipet ukur 15 ml, lalu memasukkan ke dalam erlenmeyer
3. Memasukkan saliva 2,5 ml yang telah disaring kedalam larutan amylum 15 ml dalam erlenmeyer lalu dipanaskan pada suhu 600C
4. Setelah dipanaskan, lalu didinginkan sekitar 5 menit
5. Dengan interval waktu 5 menit,campuran amylum + saliva yang telah dingin dibagi menjadi 3, lalu dimasukkan kedalam tabung reaksi yang berisi larutan benedict.
6. Campuran no.5 dipanaskan hingga warna larutan sampai berubah menjadi kuning atau merah bata
7. Mencatat perubahan warna yang terjadi.
8. Mengangkat dan mendinginkan dalam air kran
9. Mengamati perubahannya setelah didinginkan.
VI. HASIL PENGAMATAN
Sebelum dipanaskan
Saat dipanaskan Setelah dipanaskan
Data Hasil Percobaan
A. Campuran amylum + saliva yang tanpa dipanaskan
TR | Warna Campuran | ||
Sblm dipanaskan | Saat dipanaskan | Setelah dipanaskan | |
1 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange banyak |
2 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange banyak |
3 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange banyak |
B. Campuran amylum + saliva yang terlebih dahulu dipanaskan
TR | Warna Campuran | ||
Sblm dipanaskan | Saat dipanaskan | Setelah dipanaskan | |
1 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange sedikit |
2 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange sedikit |
3 | Biru | Kuning muda | Kuning sedikit orange + endapan orange sedikit |
VII.PEMBAHASAN
Didalam mulut terdapat 3 kelenjar ludah, yaitu kelenjar parotis, kelenjar submandibularis, dan kelenjar sublingualis. Ketiga kelenjar tersebut menghasilkan saliva yang mengandung enzim amilase. Saat amilum bereaksi dengan enzim amilase, maka enzim tersebut akan memecah amilum menjadi maltosa. Dan untuk melihat adanya monosakarida dan gula reduksi maka dalam percobaan ini digunakan uji benedict. Apabila positif maka larutan akan berubah warna menjadi merah bata atau terbentuk endapan merah bata (orange).
Pada percobaan A, kita menguji campuran amilum + saliva tanpa dipanaskan. Dari hasil percobaan menunjukkan adanya perubahan warna campuran saat dipanaskan. Sebelum dipanaskan warna campuran tersebut biru, saat dipanaskan warna larutan campuran tersebut berubah menjadi kuning, setelah dipanaskan atau setelah didinginkan warna campuran tersebut berubah kuning sedikit orange atau merah bata dengan terbentuk endapan merah bata yang banyak. Hal ini menunjukkan terbentuk maltosa, dan enzim amilase bekerja dengan baik. Ini terjadi karena, pada saat kita selesai mencampurkan benedict dengan campuran amilum + saliva tidak segera dipanaskan, melainkan ditunggu beberapa menit dulu,sehingga enzim telah bereaksi.
Pada percobaan B, kita menguji campuran amilum + saliva dengan dipanaskan. Dari hasil percobaan menunjukkan adanya perubahan warna campuran saat dipanaskan. Sebelum dipanaskan warna campuran tersebut biru, saat dipanaskan warna larutan campuran tersebut berubah menjadi kuning, setelah dipanaskan atau setelah didinginkan warna campuran tersebut berubah kuning sedikit orange atau merah bata, tetapi terbentuk endapan merah bata yang lebih sedikit dari pada percobaan A. Hal ini menunjukkan terbentuk maltosa. Tetapi dibandingkan percobaan A, pada percobaan B terbentuk endapan merah bata yang lebih sedikit. Dan enzim tidak mengalami denaturasi, melainkan masih bekerja dengan baik, meskipun tidak sebaik kerjanya seperti pada percobaan A. Ini karena pada saat kita memanaskan amilum + saliva pada suhu 400 C bukan pada suhu 600 C, pada suhu 400 C kemungkinan enzim malah bekerja semakin aktif karena pada suhu tersebut masih tergolong suhu optimum.
VIII. KESIMPULAN
1. Semakin tinggi suhu ( melampauhi suhu optimum ), enzim akan mengalami denaturasi akibatnya enzim kehilangan bentuk fungsionalnya oleh rusaknya ikatan hidrogen sehingga tidak dapat mengubah amilum menjadi maltosa.
2. Percobaan A dan B terbentuk maltosa pada keduanya, namun endapan merah bata pada percobaan A lebih banyak dari pada percobaan B
3. Kerja enzim amilase adalah mengubah mengubah amilum menjadi maltosa, hal ini ditunjukkan dengan adanya endapan dalam campuran setelah dipanaskan dan warna larutan berubah sedikit orange/ merah bata.
4. Suhu optimum enzim bekerja sekitar 370 C
DAFTAR PUSTAKA
Ganong,W.F. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi : 22. 2008.Jakarta : EGC
Saktiyono.2008. Seribu Pena Biologi. Jakarta : Erlangga.
Sheerwood,Lauralee.Fisiologi Manusia. Alih bahasa, Brahm; editor, Beatrice l.Santosa- Ed.2 –Jakarta : EGC,2001
Tidak ada komentar:
Posting Komentar